Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

Written By sumatrars on Jumat, 03 Mei 2024 | Mei 03, 2024


 BUAH TEEN

Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi

Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama yang kelak akan menghuni bumi. Nabi Adam tercipta dari tanah dan Allah memuliakannya dengan memberi pengetahuan tentang semesta. Adam diberi banyak pengetahuan yang akan menjadi Mukjizatnya.

Wujud Nabi Adam diciptakan sempurna serta lengkap. Tapi Nabi Adam memiliki tinggi tubuh yang berbeda dengan manusia saat ini. Tinggi badannya mencapai 60 hasta atau sekitar 18 meter. Sangat tinggi dibanding kondisi tubuh manusia pada umumnya. Jadi bisa menjelaskan juga kenapa Kabah sangat tinggi dan besar pintu masuknya. Para nabi setelah Nabi Adam juga pasti memiliki postur tubuh yang hampir mirip.

Mukjizat pengetahuan yang dimiliki Nabi Adam diterangkan pula dalam Alquran, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya” (QS Al Baqarah : 31). Dalam Alquran juga diceritakan tentang penciptaan Nabi Adam dan Siti Hawa. Tentang bagaimana sampai mereka diturunkan ke bumi dan memiliki anak-anak.

Kisah Nabi Adam mengandung banyak pelajaran berharga. Terutama tentang nilai ketaatan kepada Yang Maha Kuasa. Mulai dari kisah Nabi Adam dan Siti Hawa di langit. Hingga kisah mereka di bumi beserta anak-anaknya. Nilai ketaatan seorang hamba pada Sang Pencipta banyak terkandung di dalam ceritanya

Asal Mula Penciptaan Nabi Adam

Dikisahkan dalam kitab suci Alquran bahwa Allah bercakap-cakap dengan malaikat. Allah memberi tahu malaikat bahwa akan ada penciptaan makhluk yang dinamai manusia. Manusia akan mengemban tugas sebagai Khalifah di bumi. Malaikat protes, tidak setuju dengan hal yang direncanakan.

Malaikat yakin kalau manusia hanya akan membawa bencana bagi bumi. Mereka akan membuat kerusakan, permusuhan, juga pertumpahan darah. Malaikat merasa keberadaan dirinya saja sudah lebih cukup sebagai ciptaan Allah. Karena mereka senantiasa bertasbih, memuji, dan mengagungkan Allah.

Allah berfirman bahwa Dia mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh malaikat. Seperti kita ketahui, manusia itu tercipta dari saripati tanah. Demikian juga yang diceritakan dalam Alquran surat As Sajdah ayat 7-9.

Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah (7), kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani)(8). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur (9). Q.S. As Sajdah ayat 7 – 9

Surat ini menceritakan bahwa Allah mengetahui hal yang gaib dan nyata. Dia menciptakan wujud sempurna manusia dari tanah. Dia juga menciptakan keturunan manusia dari air mani. Kemudian ditiupkan roh untuk menghidupkan. Dia juga yang menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati.

Setelah Nabi Adam diciptakan, Allah memberi perintah pada malaikat dan iblis untuk bersujud padanya. Walaupun para malaikat diciptakan dari cahaya, mereka taat pada perintah Allah. Para malaikat kemudian bersujud pada Nabi Adam. Lain halnya dengan iblis, ia merasa derajatnya lebih tinggi dari Nabi Adam dan menolak untuk bersujud.

Iblis memang diciptakan dari api itu sebabnya ia tidak mau bersujud pada Nabi Adam. Adam yang diciptakan dari tanah dianggap lebih hina kemuliaannya oleh iblis. Surat Al Baqarah ayat 34 menjelaskan hal ini, “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Kelancangan iblis membangkang membuat Allah sangat murka. Iblis telah durhaka, dan hukumannya adalah keluar dari surga. Iblis yang sombong bukannya bertobat dengan hukuman yang diberikan. Ia malah mengeluarkan sumpah akan menggoda Nabi Adam dan keturunannya agar sesat. Iblis ingin manusia menemani dirinya di neraka.

Nabi Adam dianugerahi usia yang panjang oleh Allah. Banyak riwayat yang menceritakan bahwa Nabi Adam diberi usia hingga 1000 tahun. Namun, dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah diceritakan kalau Nabi Adam pernah memberikan umurnya sejumlah 40 tahun untuk Nabi Dawud.

Pada saat itu Nabi Adam kagum dengan cahaya yang berkilau di antara matanya. Kemudian ia bertanya pada Allah tentang manusia itu. Allah menjawab bahwa manusia itu salah satu keturunan Adam, umat akhir zaman. Adam bertanya mengenai umur Daud, dan Allah menjawab bahwa Dia memberikan 60 tahun padanya. Nabi Adam lalu meminta Allah untuk menambahkan 40 tahun umur Daud yang dikurangi dari umurnya.

Temukan berbagai kisah para nabi lainnya yang tak terhitung jumlahnya pada buku karya Imam Ibu Katsir ini dengan judul Kisah Para Nabi yang bisa kamu dapatkan di Gramedia.

Nabi Adam dan Siti Hawa Turun ke Bumi

Nabi Adam memiliki segalanya di surga. Adam bisa mengambil dan menikmati apa saja yang ada di dalamnya. Walaupun begitu Adam merasa kesepian. Kodratnya sebagai manusia yang butuh ada manusia lain muncul. Adam menginginkan teman untuk menemani hari-harinya.

Mengetahui Adam yang kesepian, Allah akhirnya menciptakan Hawa. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam ketika sedang tidur. Nabi sangat senang dengan kehadiran Hawa. Hasratnya sebagai manusia yang butuh pasangan jadi terjawab. Allah mengizinkan Adam dan Hawa untuk menikmati apa saja yang ada di dalam surga, terkecuali pohon Khuldi.

Allah berfirman, “Wahai Adam, tinggallah Engkau dan istrimu di surga ini. dan makanlah makanan-makanan yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu mendekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”

Pohon khuldi adalah pohon pengetahuan hal yang baik dan jahat. Ada maksud tertentu dari larangan yang Allah berikan pada Adam dan Hawa. Mengetahui larangan Allah, setan memanfaatkan hal ini untuk menggoda keimanan Adam dan Hawa. Sesuai dengan tekadnya untuk menggoda manusia sepanjang masa.

Setan kemudian berbisik pada Adam dan Hawa tentang keistimewaan pohon Khuldi. Kisah ini tertulis di Alquran surat Thaha ayat 120, “Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?” demikian iblis membujuk mereka.

Khuldi sendiri merupakan nama pemberian iblis. Iblis menghasut Adam dan Hawa dengan mengatakan maksud Allah melarang mereka. Bahwa Allah disebutkan oleh iblis tidak mau membuat Adam dan Hawa kekal. Iblis dengan penuh semangat merayu mereka untuk memakan buah terlarang.

Adam dan Hawa yang dilengkapi dengan napsu sebagai manusia akhirnya tergoda. Rayuan iblis berhasil menggoyahkan keimanan mereka dan jadi tidak taat pada Allah. Ketika Adam dan Hawa memakan buah Khuldi sesuatu yang memalukan terjadi. Nabi Adam dan Hawa menyadari kalau tubuh mereka jadi telanjang.

Selain itu, Adam juga merasakan sakit perut yang hebat. Adam baru merasakan rasa ingin buang hajat, dan ia kebingungan. Surga adalah tempat suci, apa sepantasnya mengotorinya? Demikian yang ada dalam pikiran Adam. Allah kemudian menyindirnya atas keinginan tersebut. Sekaligus juga menyindir tentang ketidaktaatannya.

Surat Al A’raf ayat 22-23 menceritakan kejadian ini. Dalam surat ini Allah mengingatkan akan larangannya pada Adam. Juga mengingatkan Adam akan peringatan-Nya tentang kebusukan setan. Adam kemudian memohon ampun dan bertaubat pada Allah.

Diceritakan Hawa digoda iblis dalam wujudnya yang berupa ular. Namun, tidak dijelaskan siapa dahulu yang memakan buah terlarang itu. ada yang meyakini Khuldi adalah pohon apel yang diambil dari bumi. Karena itu Khuldi disebut memiliki sifat bumi atau tanah, yaitu sifat dasar tanah. Tanah disebut sebagai tempat yang pantas untuk membuang kotoran.

Buah Khuldi bisa membangkitkan hawa nafsu, dan membuat lupa diri. Allah melarang Adam memakan buahnya karena bisa membuat dirinya jadi kotor. Kotor dalam artian napsunya ternoda dan mempengaruhi sifat dasar manusia yang penuh dengan ketidakpuasan. Bisa dikatakan pohon Khuldi diciptakan sebagai cobaan bagi Adam dan Hawa. Ujian dari ketaatan seorang hamba pada penciptanya.

Namun terlepas dari itu semua, Allah memang menakdirkan manusia untuk turun ke bumi dan menjadi pemimpin di tempat itu. Manusia diciptakan bukan dengan maksud untuk pemimpin di surga. Meskipun Adam dan Hawa telah bertaubat, Allah tetap memberikan hukuman pada mereka dengan turun ke bumi.

“Turunlah kalian dari surga menuju bumi. Dan kalian akan menjadi musuh satu sama lain. kalian akan memiliki tempat tinggal di bumi sampai batas waktu tertentu.” Qs. Al A’raf 24-25
Nabi Adam dan Hawa tidak diturunkan pada tempat yang sama. Nabi Adam diturunkan di puncak bukit Sri Pada di daerah Srilanka. Sedangkan Hawa diturunkan di daerah Arab. Mereka berdua bingung dan sedih karena diturunkan terpisah. Namun, Adam dan Hawa yakin satu sama lainnya akan saling bertemu lagi.

Lalu setelah 40 hari mereka pun dipertemukan kembali oleh Allah di Jabal Rahmah. Nabi Adam dan Hawa memulai kehidupan baru sebagai manusia biasa. Diceritakan mereka diturunkan ke bumi dengan membawa dosa atas ketidaktaatannya di surga. Disebutkan pula Allah menghukum Adam akan bersusah payah untuk mencari nafkah.

Hawa dihukum akan merasakan sakit pada saat melahirkan anak-anak. Sedangkan ular yang menggoda mereka dihukum berjalan dengan perut selamanya di bumi. Dosa yang pada akhirnya menjadi takdir bagi manusia. Kaum laki-laki dengan kewajiban menafkahi, dan kaum wanita berkewajiban mengurus anak-anaknya.

Adam dan Hawa kemudian belajar bercocok tanam juga cara bertahan hidup di bumi. Mereka juga melahirkan anak-anaknya. Allah memperlihatkan kuasanya dengan memberi mereka anak sepasang-sepasang. Setiap Hawa mengandung pasti melahirkan anak kembar.

Peristiwa Nabi Adam dan Hawa yang melanggar perintah Allah membuktikan sesuatu. Bahwa tidak ada yang akan didapat dari ketidaktaatan pada Allah selain dari keburukan. Hal ini sekaligus menjadi pengingat bagi kita umat manusia di seluruh muka bumi.

Sebagai Nabi dan manusia pertama yang diciptakan Allah, terdapat berbagai kisah dakwah yang dilakukan oleh Nabi Adam AS yang dapawt kamu pelajari melalui buku Manusia & Nabi Pertama di Bumi: Nabi Adam AS.

Kisah Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di Bumi

Ada cerita menarik dari peristiwa turunnya Nabi Adam dan Hawa ke bumi. Diceritakan mereka turun ke bumi dengan memakai dedaunan untuk menutupi tubuhnya. Ketika berada di bumi dedaunan itu jadi kering dan kemudian rontok. Dipercaya segala wewangian yang tercium di Hindia berasal dari daun-daun tersebut.

Adam dan Hawa menjalani kehidupan sebagai manusia biasa setelah bertemu. Allah kemudian memberikan 8 pasang lembu, 2 pasang kambing, dan 2 pasang domba pada keduanya. Allah mengajarkan pada mereka untuk memerah susu hewan-hewan itu. Susu tersebut kemudian bisa mereka minum. Allah juga memberi perintah pada Adam untuk menggunakan bulu-bulu hewan itu sebagai pakaian.

Adam dan Hawa sadar kenikmatan dunia sudah tidak ada lagi, mereka pun menangis sedih. Dari air mata mereka, tumbuh lah kacang tanah dan kacang hijau. Adam lalu menyadari kesulitannya untuk mengetahui waktu-waktu beribadah. Ia lalu mengadu pada Allah tentang masalahnya ini.

Allah kemudian memberi seekor ayam putih sebesar unta dari surga. Ketika para malaikat di surga bertasbih, ayam putih itu ikut bertasbih (berkokok) di bumi. Berkat ayam putih itu Adam jadi mengetahui waktu-waktu beribadah di bumi.

Untuk melindungi mereka dari panas dan dingin, Adam lalu menebang pohon-pohon. Kayunya ia pakai untuk membangun rumah. Adam juga membuat sumur untuk mengambil air. Allah kemudian menurunkan 21 lampiran tentang hukum haram dan halal memakan daging binatang tertentu.

Kemudian diturunkan pula 29 huruf hijaiyyah, dan manusia tidak dapat mengurangi atau menambah hurufnya. Ketentuan Allah ini sangat jelas dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Adam lalu belajar huruf-huruf itu untuk bisa membaca lampiran yang diturunkan Allah.

Hawa kemudian merasakan proses mengandung. Ia terkejut ketika janin dalam perutnya bergerak-gerak. Hawa tidak yakin darimana tempatnya yang bergerak di perutnya itu akan keluar. Ketika waktu melahirkan tiba, Hawa merasakan proses sakitnya. Hawa melahirkan anak kembar, Habil dan Layutsa.

Waktu mengandung anak yang kedua pun tiba. Hawa melahirkan anak kembar Qabil dan Iqlima. Sepasang anak laki-laki dan perempuan selalu dilahirkan olehnya. Diceritakan Hawa melahirkan dan mengandung sejumlah 20 bilangan. Setiap melahirkan pasti sepasang, laki-laki dan perempuan.

Diceritakan juga anak yang dikandung hawa sebanyak 200 orang. Semua dilahirkan kembar kecuali Syits yang memiliki Nur Musthafa Shallalahu’alaihi wa sallam di keningnya. Dikisahkan juga anak cucu Nabi Adam bertambah terus hingga 40 ribu orang laki-laki dan perempuan.

Pada saat anak cucu Adam berkembang banyak terjadilah pertengkaran dan pertikaian. Maka Allah memberinya tongkat dari surga untuk mendidik mereka yang membangkang.

Pelajari kisah Nabi Adam saat turun ke bumi melalui buku Akhirnya Adam Pun Turun Trilogi Kisah Teladan Para Nabi yang ada dibawah ini.

Kisah Habil dan Qabil

Anak kembar Nabi Adam yang pertama adalah Habil dan Layutsa. Sedangkan anak kembar kedua adalah Qabil dan Iqlima. Kembaran Habil diceritakan memiliki paras yang kurang menarik. Sedangkan Iqlima kembaran dari Qabil sangat cantik. Pada saat itu Adam diperintahkan oleh Allah untuk menikahkan anak-anaknya secara silang.

Jadi tidak boleh anak dari Adam menikah dengan kembarannya sendiri. ketika Adam hendak menikahkan Habil dengan Iqlimiya, Qabil mengajukan protes. Qabil merasa lebih berhak atas diri Iqlimiya karena dia adalah saudara kembarnya. Qabil tertarik pada kembarannya sendiri karena kecantikannya.

Allah kemudian memerintahkan Habil dan Qabil untuk berkurban melalui Nabi Adam. Kurban yang diterima Allah akan menentukan siapa yang berhak atas Iqlimiya. Qabil yang seorang petani dan sombong memilih seikat gandum yang jelek untuk berkurban. Sedangkan Qabil yang peternak mengurbankan kambing muda dan gemuk.

Setelah keduanya berkurban, Allah kemudian menurunkan cahaya putih dan mengangkat kambing dari Habil. Berarti Habil yang ikhlas berkurban berhak atas diri Iqlimiya. Qabil marah, dan tak ingin Habil menikahi kembarannya.

Setan memanfaatkan kemarahan Qabil dan membujuknya untuk memukul Habil. Qabil yang dikuasai amarah lalu memukul Habil. Habil tidak memberikan perlawanan karena tidak ingin menjadi masalah besar. Celakanya, pukulan Qabil membuat Habil terbunuh.

Qabil takut dan bingung, ia tidak tahu cara menyembunyikan Habil yang telah tak bernyawa. Qabil mencoba membuang Habil ke laut, tapi ombak selalu membawa kembali tubuh Habil ke tepi pantai. Akhirnya Qabil mohon ampun pada Allah dan menyesali perbuatannya.

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Qur’an in Word

Written By sumatrars on Kamis, 02 Mei 2024 | Mei 02, 2024


QUR'AN IN WORD

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah, kemajuan teknologi bila dimanfaatkan dengan baik dan benar InsyaAllah akan memberi manfaat yang baik bagi umat, salah satunya adalah sebuah software Quran in Word yang menjadi plugins/add-ins pada Ms Word 2000, 2002/Xp, 2003, 2007 dan 2010, yang memudahkan kita memasukkan ayat al-Quran dan atau terjemahannya dalam tulisan. Plugins ini juga menyediakan pilihan font Standar atau Unicode.

Alhamdulillah, kemajuan teknologi bila dimanfaatkan dengan baik dan benar InsyaAllah akan memberi manfaat yang baik bagi umat, salah satunya adalah sebuah software Quran in Word yang menjadi plugins/add-ins pada Ms Word 2000, 2002/Xp, 2003, 2007 dan 2010, yang memudahkan kita memasukkan ayat al-Quran dan atau terjemahannya dalam tulisan. Plugins ini juga menyediakan pilihan font Standar atau Unicode.

Fasilitas selengkapnya adalah sebagai berikut:

  • Menu pilihan Surat dan Ayat tertentu
  • Menampilkan Arab / Terjemahan saja atau kedua-duanya
  • Menampilkan semua Ayat dan diikuti terjemahannya atau Terjemah per ayat
  • Support Lebih dari satu terjemahan : Indonesia, Malaysia, Perancis, German, Inggris, Rusia dll

  • Automatic Replace

  • Menampilkan alternatif Unicode text

Setelah diinstall, di Ms Word 2000, XP dan 2003 akan ditambah menu setelah Help, yaitu menu Al-Qur’an. Tampilannya seperti berikut:

Pada Ms Word 2007 dan 2010 akan terlihat Tab Add-Ins → Al-Qur’an. Tampilannya seperti berikut:

Tampilan plugins:

Tampilan hasil pada word [Surat:001. Al-Faatihah, Ayat: 1 s/d 1, Translation: Indonesia]


بسم الله الرحمن الرحيم

  1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang [1]

    [1] Maksudnya; saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik,

hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya.

Allah ialah nama zat yang Maha suci, Yang berhak disembah dengan sebenar-benanya, Yang tidak membutuhkan makhluk-nya, tapi makhluk yang membutuhkan-nya. Ar Rahmaan (Maha pemura); salah-satu nama Allah Yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-nya kepada makhlu-nya, sedang Ar Rahiim (Maha penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhlukny-Nya.


Sampai saat ini versi Quran in Word adalah versi 1.3. Plugins ini dibuat oleh Muhammad Taufiq dari Depok , Indonesia. Download here Quran in Word 1.3 (Indonesian) (1.07 MB) atau mirror-1 atau mirror-2

Update :

Qur’an in Word sudah di update oleh pengembang sampai versi 2.2 silahkan kunjungi web beliau disini

Perlu dicatat bahwa sebuah dokumen yang disertai ayat al-Quran dari PlugIn Quran in Word hanya akan terlihat/ terbaca pada Komputer yang telah terinstall PlugIn Quran in Word dan Ms Word, kadang kita memerlukan dokumen kita di buka di komputer lain, untuk mengatasi [berjaga-jaga] bila komputer lain tidak terinstall Quran in Word maka kita mesti mengubah dokumen kita dalam bentuk pdf [portable document format], untuk membuat file pdf dari word baca tulisan ini.

Tulisan Terkait:

Qur’an.pdf

Al-Qur’anul Kariim

Terjemah Al-Quran

Artikel ini banyak mengambil manfaat dari ebsoft.web.id

Bagikan ini:

Disalin dari Sumber: https://ibnumajjah.wordpress.com/2011/01/26/quran-in-word/

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Written By sumatrars on Jumat, 29 Desember 2023 | Desember 29, 2023



Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj
Source article: Abunamirah.Wordpress.com

Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ta’ala

Sebelum kami menyebutkan satu persatu kemungkaran-kemungkaran dalam perayaan maulid ini, di sini kami akan bawakan beberapa perkataan para ulama mengenai bentuk-bentuk perayaan maulid.

Para ulama telah membagi pelaksanaan perayaan maulid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- menjadi dua bentuk:

Pertama: Perayaan maulid yang kosong dari bentuk-bentuk kemungkaran dan maksiat. Hukum perayaan yang seperti ini adalah bid’ah dan baginya hukum-hukum bid’ah. Adapun perkataan para ulama tentang bentuk yang pertama ini akan kami paparkan pada bab setelah ini.

Muhammad bin Muhammad ibnul Hajj Al-Maliky -rahimahullah- berkata dalam Al-Madkhal (2/312), “Jika perayaan maulid kosong darinya -yakni dari mendengar nyanyi-nyanyian dan kemungkaran-kemungkaran yang mengikutinya- dan hanya sekedar acara makan-makan dengan meniatkannya (sebagai perayaan) maulid lalu mengundang saudara-saudaranya (kaum muslimin), serta perayaannya selamat dari semua perkara yang telah kami sebutkan berupa kerusakan-kerusakan, maka dia (tetap) merupakan bid’ah dengan semata-mata niatnya. Karena hal tersebut (perayaan maulid) adalah tambahan dalam agama dan bukan termasuk amalan para ulama salaf terdahulu”.

Al-Imam Abu Hafsh Tajuddin Al-Fakihany -rahimahullah- menyatakan dalam Al-Maurid fii Hukmil Maulid ketika beliau menyebutkan dua bentuk perayaan maulid,

Yang pertama: Seseorang mengerjakannya (perayaan maulid) dari uang pribadinya untuk keluarga, teman-teman, dan kerabatnya, mereka tidak melampaui batas dari sekedar berkumpul untuk makan-makan dan mereka tidak mengerjakan sesuatu dosapun, maka bentuk yang kami paparkan ini adalah merupakan bid’ah yang dibenci dan tercela, karena tidak pernah dikerjakan oleh para pendahulu dari kalangan orang-orang yang taat, yang mereka ini adalah fuqoha` (ahli fiqhi) Islam, ulama seluruh makhluk, penerang di setiap zaman, dan perhiasan semua tempat”.

Juga Syaikh Sholeh Al-Fauzan -hafizhohullah- berkata dalam risalah beliau yang berjudul Hukmul Ihtifal bi Dzikro Al-Maulid An-Nabawy,

Termasuk perkara-perkara yang dimunculkan oleh manusia berupa bid’ah-bid’ah yang mungkar adalah perayaan memperingati maulid Nabi (-Shollallahu alaihi wasallam-) di bulan Rabi’ul Awwal. Mereka dalam perayaan ini ada beberapa bentuk: Di antara mereka ada yang sekedar berkumpul, lalu dibacakan di dalamnya kisah maulid atau diadakan ceramah dan (pembacaan) sya’ir-syair dalam acara ini. Di antara mereka ada yang membuat makanan, kue-kue, dan selainnya lalu menyuguhkannya kepada orang-orang yang hadir, dan di antara mereka ada yang merayakannya di mesjid-mesjid dan di antara mereka ada yang merayakannya di rumah-rumah”.

Bentuk Kedua: Perayaan maulid yang dibumbui atau bahkan dipenuhi dengan kemungkaran-kemungkaran serta perkara-perkara yang diharamkan. Bentuk kedua ini ibarat kegelapan di atas kegelapan, karena asalnya perayaan maulid ini sudah merupakan bid’ah malah dihiasi dengan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala-, wal’iyadzu billah. Berikut perkataan sebagian ulama yang berkenaan dengan bentuk kedua ini:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata dalam sebuah fatwa beliau -sebagaimana dinukil oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam risalah beliau-,

Adapun berkumpul-kumpul untuk merayakan maulid disertai nyanyian, tarian dan yang semisalnya serta menjadikannya sebagai suatu ibadah, maka tidak ada seorangpun dari kalangan ahli ilmu dan iman yang ragu bahwa hal ini termasuk di antara kemungkaran yang dilarang, serta tidak ada yang menganggap baik amalan seperti ini kecuali orang yang bodoh atau munafiq”.

Al-Fakihany -rahimahullah- berkata dalam Al-Maurid fii Hukmil Maulid,

“(Bentuk) Yang kedua, yaitu perayaan (maulid) yang dimasuki oleh berbagai pelanggaran-pelanggaran -lalu beliau menyebutkan beberapa kemungkaran-kemungkaran perayaan maulid, seraya berkata-, ”Bentuk yang seperti ini tidak ada dua orang yang berselisih tentang keharamannya dan tidak akan dianggap baik oleh orang yang memiliki kewibawaan. Tidak ada yang menghalalkan perbuatan ini kecuali jiwa-jiwa yang telah mati hatinya …”.

Syaikh Al-Fauzan -hafizhohullah- berkata dalam risalah beliau Hukmul Ihtifal bi Dzikrol Maulid An-Nabawy,

Di antara mereka (orang-orang yang merayakan maulid), ada yang (cara perayaannya) tidak terbatas pada sesuatu yang telah kita sebutkan (yakni tanpa ada kemungkaran), akan tetapi dia menjadikan pertemuan tersebut berisi perkara-perkara haram dan mungkar, seperti bercampur-baurnya lelaki dan wanita, tarian dan nyanyian, atau amalan-amalan kesyirikan, seperti beristigotsah (permintaan tolong dalam keadaan sangat genting) kepada Rasul -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, menyeru (berdo’a kepada) beliau, meminta pertolongan kepada beliau agar dimenangkan atas musuh-musuh, dan selainnya …”.

Beberapa Kemungkaran yang Terjadi dalam Perayaan Maulid

Semua kemungkaran yang akan kami sebutkan di sini adalah ada dan terjadi dalam perayaan maulid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Hanya saja mungkin sebahagian dari kemungkaran-kemungkaran ini tidak terdapat pada sebahagian negeri/daerah. Yang jelas kemungkaran-kemungkaran inilah yang disebutkan oleh para ulama -yang mereka ini telah meneliti tata cara maulid- dalam kitab-kitab mereka. Kemudian jumlah kemungkaran yang akan kami sebutkan bukanlah menunjukkan pembatasan bahwa kemungkarannya hanya itu. Akan tetapi masih banyak kemungkaran-kemungkaran lain yang mungkin lebih berbahaya dari apa yang akan kita sebutkan, terutama di negeri kita Indonesia ini. Oleh karena itulah, apa yang kami sebutkan di bawah hanyalah sekedar contoh yang mewakili semua kemungkaran-kemungkaran tersebut.

Berikut uraiannya:

  1. Meyakini disyari’atkannya perayaan maulid.

  2. Padahal amalan ini adalah penentangan yang besar terhadap syari’at karena dia adalah bid’ah yang mungkar. Serta meyakini kesyirikan yang terjadi di dalamnya -berupa penyembahan kepada Nabi Muhammad- sebagai ibadah kepada Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dan sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Maka apakah ada keyakinan yang paling rusak dibandingkan meyakini bid’ah sebagai sunnah dan meyakini kesyirikan sebagai ibadah ?!

  3. Meyakini bahwa barangsiapa yang mendapati pada hari itu (hari maulid) satu saat ketika keluarnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-

  4. Lalu dia berdo’a kepada Allah saat itu, maka pasti akan terkabulkan. Ini mereka kiaskan dengan adanya satu waktu pada hari Jum’at yang padanya dikabulkan do’a, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda tentang hari Jum’at:

    Di dalamnya terdapat satu waktu, seorang hamba yang muslim tidaklah mendapatinya sedang dia dalam keadaan berdo’a, memohon sesuatu kepada Allah -‘Azza wa Jalla-, kecuali Allah akan kabulkan permintaannya”. (HR. Al-Bukhary no. 893 dan Muslim no. 852)

    Mereka menyatakan, “Jika hari Jum’at yang Nabi Adam -‘alaihis salam- 1 diciptakan padanya, Allah jadikan padanya satu waktu, yang apabila seorang hamba berdo’a kepada Allah pada saat itu niscaya akan dikabulkan, maka bagaimana lagi dengan hari yang di dalamnya dilahirkan pimpinan para Nabi dan Rasul?!. Tentunya berdo’a pada saat itu lebih dikabulkan”. [Lihat Al-Mawahib karya Al-Qosthollany (1/132)]

    Bantahan:

    Orang yang mempunyai ilmu agama yang paling minim pun akan mengetahui rusaknya kias yang seperti ini. Karena terkabulnya do’a pada hari Jum’at diketahui dengan adanya nash dari Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-. Adapun perayaan maulid adalah acara kerusakan yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dan Rasul-Nya berlepas darinya, sehingga tidak mungkin Allah akan mengabulkan do’a pada waktu itu.

    Pernyataan ini telah disanggah oleh Syaikh Az-Zarqony di dalam syarh beliau terhadap kitab Al-Mawahib ini (1/132-133). Beliau berkata,

    Kalau yang dia (Al-Qistholany) inginkan (dengan pernyataannya ini) adalah bahwa pada hari itu (kelahirannya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-) dan yang semisal dengannya (yaitu hari maulid tiap tahunnya) sampai Hari Kiamat, padanya ada satu waktu (yang dikabulkan padanya do’a) sama seperti satu waktu yang ada pada hari Jum’at (yang dikabulkan padanya do’a) atau lebih afdhol dari itu, maka pendalilannya (pengqiasannya/penganalogian) ini adalah pengqiasan yang rusak.

    Kalau yang dia inginkan adalah waktu itu sendiri (yaitu waktu kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- saja, bukan hari maulid tiap tahunnya sampai Hari Kiamat), maka (ketentuan/ilmu) tentang adanya satu waktu pada hari Jumat (yang dikabulkan padanya do’a) belum ada pada saat itu (yakni pada saat Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- lahir). Akan tetapi ketentuannya datang dalam hadits-hadits yang shohih beberapa lama setelah itu (yaitu setelah diutusnya beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- sebagai seorang Rasul).

    Jadi kalau begitu, tidak mungkin keduanya bisa bertemu sehingga bisa dikatakan yang satunya lebih afdhol dari yang lainnya. Sementara yang satunya (hari kelahiran Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-) telah habis (telah berlalu) dan yang lainnya (yaitu hari Jum’at dan satu waktu yang adanya padanya) terus menerus ada sampai saat ini dan syariat telah menegaskan tentang hal tersebut. Sementara dari sisi lain, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hari kelahiran Nabi dan hari-hari yang semisal dengannya (yaitu hari maulid tiap tahunnya) di dalamnya terdapat satu waktu dikabulkannya do’a pada saat itu.

    Oleh karena itu, yang wajb bagi kita hanyalah bersandar penuh dengan apa yang datang dari Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- kepada kita (berupa dalil yang shahih) dan tidak boleh bagi kita membuat suatu perkara baru (bid’ah) -dalam agama- dari diri kita yang sangat lemah ini, kecuali dengan mengambil dari beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-“.

  5. Mereka meyakini bahwa malam maulid lebih afdhol daripada Lailatul Qadr.

  6. Hal ini -menurut mereka- bisa ditinjau dari tiga sisi :

    1. Bahwa malam maulid adalah malam hadirnya (lahirnya) Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, sedangkan lailatul Qadr merupakan pemberian Allah kepada beliau.

    2. Lailatul Qadr dimuliakan dengan turunnya para malaikat, sedangkan malam maulid dimuliakan dengan hadirnya (lahirnya) Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-.

    3. Lailatul Qadr keutamaannya terkhusus buat ummat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, sedangkan malam maulid adalah keutamaannya meliputi seluruh makhluk. Karena beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- diutus sebagai rahmat bagi alam semesta.

    Bantahan:

    Ini adalah pendalilan yang tidak menguntungkan orang yang berdalil dengannya. Karena, jika yang diinginkan dengan malam maulid adalah malam lahirnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan malam maulid tiap tahunnya sampai Hari Kiamat lebih afdhol daripada Lailatul Qadr, maka ini adalah kesalahan yang sangat nyata dan jelas.

    Dan jika yang diinginkan dengannya, hanya malam yang Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- dilahirkan saja (bukan malam maulid tiap tahunnya), maka Lailatul Qadr belum ada ketika malam lahirnya beliau sehingga tidak mungkin keduanya bertemu. Karena Lailatul Qadr ada setelah berlalunya puluhan tahun dari malam kelahiran Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, sehingga tidak mungkin bisa diperbandingkan. Ini adalah jawaban dari Asy-Syihab Al-Haitamy -rahimahullah- sebagaimana dalam Syarh Al-Mawahib (1/136).

    Kemudian, Lailatul Qadr telah dijelaskan keutamaannya dalam Al-Qur`an sedangkan malam maulid, tidak ada satupun dalil yang menunjukkan tentang keutamaannya, baik dari Al-Qur`an maupun dari Sunnah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, dan tidak pula dari perkataan seorangpun dari ulama ummat ini. (Lihat Al-Mauridur Rowy hal. 52 karya ‘Ali Qori`)

    Dari sisi yang lain, beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dilahirkan pada siang hari, bukannya malam hari sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits Abu Qotadah -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- ditanya tentang hari Senin, maka beliau menjawab :

    Itu adalah hari yang saya dilahirkan padanya” (Telah berlalu takhrijnya ).

    Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa beliau dilahirkan di siang hari dan beliau tidak berkata, “Itu adalah malam yang saya dilahirkan padanya”. Ini disebutkan oleh Imam Abu Hafsh Al-Fakihany dalam Al-Maurid fii Hukmil Maulid hal. 74-75.

  7. Meyakini bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- keluar dari kuburnya bersama jasad atau hanya ruh beliau- dan menghadiri acara maulid.

  8. Syaikh bin Baz -rahimahullah- berkata ketika menjelaskan rusaknya keyakinan ini dalam risalah beliau yang berjudul At-Tahdzir minal Bida’, hal 13-14,

    “Sebagian mereka (yakni yang merayakan maulid) menyangka (meyakini) bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- (keluar dari kubur beliau) menghadiri acara maulid. Oleh karena itu, mereka berdiri untuknya sebagai ucapan selamat dan penyambutan.

    Ini adalah termasuk kebatilan yang paling besar dan kebodohan yang jelek, karena sesungguhnya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidak akan keluar dari kubur beliau sebelum hari kiamat, tidak pernah berhubungan dengan seorangpun dari manusia dan tidak menghadiri perkumpulan-perkumpulan mereka. Akan tetapi beliau terus-menerus berada di kubur beliau sampai hari kiamat, sedangkan ruh beliau berada di tempat yang paling tinggi di sisi Rabbnya dalam negeri kemuliaan, sebagaimana firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dalam surah Al-Mu`minun:

    Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kalian seluruhnya benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kalian seluruhnya akan dibangkitkan (dari kubur) di hari kiamat”. (QS. Al-Mu`minun : 15-16)

    Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda:

    Saya adalah pimpinannya anak Adam pada hari kiamat, orang yang paling pertama dibangkitkan dari kuburnya, yang pertama kali memberi syafa’at dan yang pertama kali diizinkan memberi syafa’at”. (HR. Muslim no. 2278 dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-)

    Atas beliau sholawat dan salam yang paling mulia dari Rabbnya. Jadi, ayat yang agung ini dan hadits yang mulia ini, serta ayat-ayat dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya, semuanya menunjukkan bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan selain beliau dari kalangan orang-orang yang sudah meninggal, seluruhnya mereka hanya akan keluar dari kuburnya pada hari kiamat….”.

  9. Berdiri ketika Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- hadir -menurut sangkaan mereka- sebagai bentuk pengagungan dan penghormatan kepada beliau.

  10. Telah dimaklumi bahwa menghormati Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- itu hanya dengan cara yang disyariatkan. Adapun cara yang seperti ini adalah perkara yang tidak disyariatkan dalam Islam, bahkan merupakan perkara yang diharamkan.

    Syaikh Muhammad bin Al-Hasan Al-Hajjawy Ats-Tsa’alaby Al-Fasy di dalam kitab beliau Al-Fikru As-Sami Fi Tarikh Al-Fiqh Al-Islamy (1/93) sebagaimana yang dinukil oleh Asy-Syaikh Al-Imam Abu Hafsh Tajuddin Al-Fakihany di dalam Al Maurid fi Hukmil Maulid, beliau (Syaikh Muhammad bin Hasan) berkata,

    Dan di antara al-istihsan (anggapan-anggapan baik) yang diharamkan adalah berdiri ketika hadirnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- -menurut sangkaan mereka-, karena telah datang nash-nash yang shorih (jelas/tegas) yang melarang hal tersebut….”.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata di dalam Ziyaratul Qubur wal Istinjadu bil Maqbur, hal. 55-57 ketika beliau ditanya, “Apa hukumnya meletakkan kepala (di bawah) dan mencium lantai/tanah untuk menghormati orang-orang besar?”. Maka beliau menjawab,

    Adapun meletakkan kepala untuk memuliakan orang-orang besar dari kalangan syaikh-syaikh dan yang selain mereka atau mencium lantai dan yang semisalnya, maka ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan di kalangan imam-imam/ulama (kaum muslimin) tentang terlarangnya (haramnya) hal tersebut. Bahkan menundukkan punggung sedikit saja untuk selain Allah -’Azza wa Jalla- merupakan perkara yang terlarang”.

    Lalu beliau menyebutkan dalil tentang hal tersebut seraya berkata,

    “Telah tsabit dalam hadits yang shahih dari Jabir bin ‘Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata, bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- (pernah) shalat mengimami para sahabat dalam keadaan duduk karena sakit yang beliau alami, sedang mereka (para sahabat) shalat dalam keadaan berdiri. Maka beliau perintahkan para sahabat untuk duduk lalu beliau berkata, [“Janganlah kalian mengagungkan saya sebagaimana orang-orang ‘Ajam (non Arab) sebagian mereka mengagungkan sebagian yang lain”]. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda dalam hadits yang lain, [“Barang siapa yang senang manusia berdiri untuk (menghormati) nya maka hendaknya ia mengambil tempat duduknya di dalam neraka”]…”.

    Kemudian beliau (syaikhul Islam) berkata,

    Maka sebagai kesimpulan bahwa berdiri (untuk menghormati), duduk, rukuk, dan sujud hanyalah hak Allah -’Azza wa Jalla- satu-satunya yang telah menciptakan langit dan bumi. Jadi apa saja yang merupakan hak Allah, maka tidak boleh dipalingkan kepada siapapun juga dari kalangan makhluk-Nya….”.

    Kemudian dari sisi yang lain, berdiri yang seperti ini -yakni untuk membesarkan dan mengagungkan makhluk- adalah termasuk ibadah gerakan dalam shalat sehingga tidak boleh melakukannya kepada selain Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Oleh karena itulah, Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- sangat marah dan menegur para sahabat beliau tatkala mereka berdiri untuk menyambut beliau.

    Beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda:

    Janganlah kalian berdiri sebagaimana orang-orang ‘Ajam (non Arab), sebagian mereka (berdiri untuk) mengagungkan sebagian yang lain”. (HR. Abu Daud no. 5230 dari Abu Umamah Al-Bahily -radhiyallahu ‘anhu-)

    [Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albany -rahimahullah- dalam Adh-Dho’ifah no. 346, akan tetapi kandungan maknanya benar dan dikuatkan oleh hadits setelahnya. Wallahu A’lam. [ed.]]

    Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- telah berkata mengisahkan keadaan para sahabat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- :

    Tidak ada seorangpun yang lebih mereka (para sahabat) cintai daripada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa wasallam-, (Sekalipun demikian) mereka jika melihat beliau (Nabi-Shollallahu alaihi wasallam-), maka mereka tidak berdiri karena mereka tahu akan kebencian beliau terhadap hal tersebut”. (HR. At-Tirmidzy no. 2754)

  11. Berdo’a, beristianah (meminta pertolongan), beristighotsah (meminta pertolongan pada waktu genting), dan beristi’adzah (meminta perlindungan) kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-

  12. Walaupun sekedar menjadikan beliau sebagai wasilah (perantara) antara dirinya dengan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Padahal do’a adalah sebesar-besar ibadah, yang secara umum kapan suatu ibadah dipalingkan kepada selain Allah -baik itu malaikat yang paling dekat dengan Allah maupun Nabi yang paling mulia-, maka hal itu termasuk syirik akbar yang membuat pelakunya keluar dari Islam dan kekal dalam api neraka, jika tidak bertaubat sebelum meninggalnya.

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman memerintahkan berdo’a langsung kepadanya tanpa ada perantara:

    “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. (QS. Ghofir : 60)

    Bahkan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah menegaskan:

    Do’a adalah ibadah”.

    (HR. Abu Daud no. 1479, At-Tirmidzy no. 2969, 3247, An-Nasa`iy dalam Al-Kubro no. 11464, dan Ibnu Majah no. 3828 dari Nu’man bin Basyir -radhiyallahu ‘anhu- dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami’ no. 3407)

    Sedangkan isti’anah, istighotsah, dan isti’adzah adalah termasuk bentuk-bentuk doa sehingga harus diserahkan hanya kepada Allah.

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

    Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”. (QS. Al-Fatihah : 4)

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- juga berfirman:

    (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu”. (QS. Al-Anfal : 9)

    Tentang isti’adzah, Allah -‘Azza wa Jalla- memerintahkan para hamba untuk meminta perlindungan hanya kepada-Nya:

    “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh”. (QS. Al-Falaq : 1)

    “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia”. (QS. An-Nas : 1)

    Syaikh Ahmad bin Nashir Al-Ma’mary An-Najdy -rahimahullah- berkata di dalam Al-Hadiyyah As-Saniyyah wat Tuhfatul Wahhabiyyah, hal. 45,

    “Yang kami yakini dan kami beragama dengannya bahwa barangsiapa yang berdo’a kepada seorang nabi atau seorang wali atau yang lainnya, lalu ia meminta kepada mereka supaya memenuhi hajatnya dan menghilangkan kesusahannya, maka ini adalah kesyirikan yang sangat besar, karenanya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- mengkafirkan orang-orang musyrikin. Sebab dahulu mereka telah menjadikan para wali (dan yang semisalnya) sebagai pemberi syafa’at yang bisa memberikan manfaat atau menolak bahaya menurut sangkaan mereka, sementara Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

    Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata; “Mereka itu adalah pemberi syafa`at kami di sisi Allah”. Katakanlah; “Apakah kalian mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka mempersekutukan”. (QS. Yunus : 18)”.

    -selesai ucapan beliau-

    Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah- berkata di dalam Majmu’ Fatawa (2/388) ketika beliau ditanya, “Apakah termasuk kesyirikan apabila seseorang berkata di sudut bumi manapun, [“Wahai Muhammad…..!, wahai Rasulullah (berdo’a atau minta pertolongan kepadanya)?]”.

    Beliau menjawab,

    Sesungguhnya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjelaskan di dalam kitab-Nya yang sangat mulia dan melalui lisan Rasul-Nya yang terpercaya, Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bahwa ibadah seluruhnya hanyalah milik Allah dan tidak ada hak sedikitpun juga (dari ibadah tersebut) bagi selain-Nya dan sesungguhnya do’a termasuk bagian dari ibadah.

    Jadi, barang siapa yang berkata di sudut bumi manapun juga, [“Wahai Rasulullah….!, wahai Nabi Allah….! atau Nabi Muhammad….!, tolonglah saya, selamatkanlah saya, berikan syafa’at kepada saya, tolonglah umatmu, sembuhkanlah yang sakit dari kaum muslimin, berilah petunjuk kepada mereka”], atau kalimat-kalimat yang semisal itu, maka sungguh dia telah menjadikan tandingan/sekutu bersama Allah di dalam (penyerahan) ibadah.

    Demikian pula hukumnya orang yang melakukan perbuatan seperti ini kepada selain beliau (Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-) dari kalangan para nabi atau para malaikat, wali-wali, berhala-berhala atau yang selainnya dari kalangan makhluk ini. Karena Allah -Azza wa Jalla- berfirman:

    Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Azzariyat : 56)

    Allah berfirman:

    Wahai sekalian manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa”. (QS. Al-Baqarah : 21)”.

    -Selesai ucapan beliau-

  13. Menyembelih untuk selain Allah.

  14. Ini juga termasuk pembatal keislaman seseorang, karena menyembelih untuk Allah adalah termasuk ibadah harta (maliyah) terbesar yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- perintahkan. Maka memalingkannya untuk selain Allah adalah termasuk kesyirikan yang paling besar.

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

    “Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.”. (QS. Al-An’am : 162)

    Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah mengancam orang-orang yang menyembelih untuk selain Allah dengan laknat dari-Nya, melalui sabda beliau:

    Allah melaknat orang yang menyembelih kepada selain Allah”. (HR. Muslim no. 1978 dari ‘Ali bin Abi Tholib -radhiyallahu ‘anhu-)[ Hadits itu juga bisa bermakna do’a laknat untuk mereka. Maka hendaknya orang-orang yang menyembelih untuk selain Allah takut terhadap do’a ini. [ed]]

  15. Pembacaan sajak-sajak atau sholawat-sholawat bid’ah

  16. Bahkan ada yang sampai pada tingkat kesyirikan, seperti sebuah kitab sholawat -menurut mereka- yang berjudul Maulidul Barzanjy karya Ja’far bin Hasan Al-Barzanjy, Qoshidatul Burdah karya Al-Bushiry [Telah berlalu penyebutan beberapa kesalahan yang terdapat dalam kedua kitab ini pada bab keutamaan sholawat], Syaraful Anam, dan selainnya.

  17. Menyiapkan berbagai jenis makanan disertai keyakinan bahwa masing-masing makanan memiliki makna dan fungsi tersendiri.

Ini adalah termasuk di antara bentuk-bentuk tathoyyur (pamali) yang diharamkan dan merupakan syirik ashgar (kecil) 2. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda dalam hadits Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu-:

Thiyaroh adalah kesyirikan, thiyaroh adalah kesyirikan, thiyaroh adalah kesyirikan”.

(HR. Abu Daud no. 3910, At-Tirmidzy no. 1614, dan Ibnu Majah no. 3538 dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 429)

Bahkan thiyaroh ini merupakan salah satu sifat orang-orang musyrik terdahulu, sebagaimana yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- kisahkan tentang Fir’aun dan para pengikutnya:

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkat, “Ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan thiyaroh (sebab kesialan itu) kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (QS. Al-A’raf : 131)

Juga firman Allah -Ta’ala-:

“Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib sial karena kalian, sesungguhnya jika kalian tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kalian dan kalian pasti akan mendapat siksaan yang pedih dari kami”. Para rasul itu berkata, “Kesialan kalian itu adalah karena (kesalahan) kalian sendiri. Apakah jika kalian diberi peringatan (kalian lantas mengancam kami)? Sebenarnya kalian adalah kaum yang melampaui batas””. (QS. Yasin : 18-19)

Dengan bertathoyyur atau mempercayai adanya, maka seorang akan keluar dari golongan 70.000 orang 3 yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam hadits Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- telah mengabarkan tentang sifat mereka:

Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikay [Yakni pengobatan dengan menggunakan besi yang dipanaskan lalu ditempelkan ke tempat yang terasa sakit], tidak bertathayyur dan hanya kepada Rabbnya mereka bertawakkal”. (HR. Al-Bukhary no. 5378, 6107 dan Muslim no. 218).

Diambil dari : Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah al-Atsariyyah 2007; dari kautsarku dari abdullah al-aussie

Catatan Kaki

Berdasarkan sabda beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- yang telah berlalu: “Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at, padanya diciptakan Adam, padanya dia diwafatkan, padanya dia dimasukkan ke Surga dan padanya dia dikeluarkan darinya, serta tidak akan tegak Hari Kiamat kecuali pada hari Jum’at

Yang dimaksud syirik ashghar disini adalah jika pelakunya menganggap benda tersebut MENJADI SEBAB datangnya manfa’at atau ditolaknya mudharat; tapi yang mendatangkan maslahat dan mudharat adalah Allah, bukan benda tersebut. Tapi jika dia meyakini bahwa benda-benda atau makanan itulah yang mendatangkan manfaat atau yang menolak mudhorot selain Allah -Ta’ala-, maka ini adalah SYIRIK AKBAR!

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa setiap 1000 orang ditambahkan 70.000 orang lagi, sehingga totalnya adalah 4.900.000 orang. Haditsnya dihasankan oleh Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah- dalam syarh beliau terhadap hadits ini dari Kitabut Tauhid karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab -rahimahullah-

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Orang Baik Bukan Berarti Bebas Cobaan

Written By sumatrars on Minggu, 12 Februari 2023 | Februari 12, 2023


: Tazkiyatun Nufus, cobaan, Manajemen Qalbu, penyejuk hati, sunnah nabi, ujian
Source article: Muslim.Or.IdJika Anda telah berusaha mendekat kepada Allah dan sesuai Sunnah Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- bukan berarti ujian, cobaan, dan musibah tidak akan menimpa. Jika sudah demikian, lalu ujian musibah menimpa, maka tetaplah teguh, dan berbaik-sangkalah kepada Allah. Ingat selalu firman-Nya:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan untuk mengatakan, ‘kami telah beriman’ TANPA diuji?! Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah benar-benar tahu orang-orang yang tulus dan orang-orang yang dusta“. (QS. Al-Ankabut: 2-3).

Ingat pula Sabda Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-:

أشدُّالناسِ بلاءً الأنبياءُ ، ثم الأمثلُ فالأمثلُ ، يُبتلى الناسُ على قدْرِ دينِهم ، فمن ثَخُنَ دينُه اشْتدَّ بلاؤُه ، و من ضعُف دينُه ضَعُف بلاؤه ، و إنَّ الرجلَ لَيُصيبُه البلاءُ حتى يمشيَ في الناسِ ما عليه خطيئةٌ

Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik (setelahnya), lalu orang yang paling baik (setelahnya). Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun“. [(HR. Ibnu Hibban no. 2900, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 993).

Jangan lupa juga perkataan Syaikh Abdul Qodir Jaelani -rahimahullah-: “Wahai anak kecilku, sungguh musibah itu datang bukan untuk membinasakanmu, namun dia datang untuk menguji kesabaran dan imanmu. Wahai anak kecilku, cobaan itu (ibarat) hewan buas, dan hewan buas itu tidak akan memangsa bangkai”. (Zadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim, 4/178).

Oleh karena itu, semakin tinggi agama kita, semakin kita butuh berdoa untuk keteguhan iman kita, sebagaimana dicontohkan Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-. Ummu Salamah -isteri beliau- mengatakan: Dahulu doa Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- yang paling banyak adalah:

يا مقلب القلوب, ثبت قلبي على دينك

Wahai Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu“. (HR. Tirmidzi: 3522, disahihkan oleh Syeikh Albani).

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

MAKNA AKIDAH

Written By Rachmat.M.Flimban on Rabu, 10 Agustus 2022 | Agustus 10, 2022

MAKNA AKIDAH

Kata akidah atau i’tiqod secara bahasa berasal dari kata al ‘aqdu yang artinya berputar sekitar makna kokoh, kuat, dan erat. [1]
Adapun secara istilah umum, kata akidah bermakna keyakinan yang kokoh akan sesuatu, tanpa ada keraguan. [2]
Jika keyakinan tersebut sesuai dengan realitas yang ada maka akidah tersebut benar, namun jika tidak sesuai maka akidah tersebut bathil. [3]
Setiap pemeluk suatu agama memiliki suatu akidah tertentu. Namun kebenaran akidah hanya ada dalam islam. Karena dia bersumber dari Dzat yang Maha Mengetahui, yaitu Allah ta’ala. Sehingga karenanya tidak ada perbedaan antara akidah yang dibawa oleh para Nabi dari masa ke masa.Sumber: https://muslim.or.id/24808-makna-akidah.html
Adapun akidah yang bathil, mencakup semua akidah yang bertentangan dengan wahyu. Yaitu akidah yang hanya bersumber dari akal manusia, atau berasal dari wahyu namun dirubah dan diselewengkan. Seperti akidahnya orang yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah, atau akidahnya orang Nashroni bahwa al masih adalah anak Allah, atau akidah syiah yang berkeyakinan bahwa Allah menyesal setelah berkehendak, yang dinamakan akidah bada’.
Dalam definisi syar’i, akidah dalam agama islam bermakna masalah masalah ilmiyah yang berasal dari Allah dan Rosulnya, yang wajib bagi setiap muslim untuk meyakininya sebagai pembenaran terhadap Allah dan Rosul Nya. [4]
Meskipun kata akidah dalam hal ini merupakan istilah baru[5] yang tidak dikenal dalam Al Qur’an maupun Sunnah[6], namun para ulama menggunakan istilah ini. Yang menunjukan kebolehan penggunaan istilah ini. Toh, tidak ada masalah dalam penggunaan istilah jika maknanya dipahami.
Diantara para ulama yang menggunakan istilah ini adalah Imam Al Laalakaai (418 H) dalam kitabnya Syarhul ushul I’tiqod ahlu sunnah wal jama’ah, kemudian Imam As Shobuni (449 H) dalam kitabnya Aqidas Salaf Ashaabul Hadits.
Baca juga: Pentingnya Aqidah Dalam Kehidupan Seorang Insan
Kemudian ada beberapa istilah yang semakna dengan akidah yang juga digunakan oleh para ulama, diantaranya:
Al Fiqhul Akbar
Pada awal kemunculannya kata fiqih dimaksudkan kepada ilmu tentang agama islam secara umum, dan terkhusus ilmu berkenaan dengan akherat, masalah masalah hati, penghancur amal dan sebagainya.[7] Namun kemudian makna ini berubah menjadi ilmu tentang hukum hukum dhohir praktis syar’I yang sekarang dikenal dengan ilmu fiqih.[8]
Sehingga karenanya ilmu fiqih di masa dahulu mencakup seluruh ilmu agama baik ilmu akidah yang bersifat bathin maupun ilmu hukum-hukum yang bersifat zahir. Dari sinilah kemudian muncul istilah Fiqhul Akbar yang dimaksudkan ilmu akidah. Karena ilmu akidah lebih agung dibandingkan ilmu cabang hukum-hukum zahir yang merupakan Fiqhul Ashghor.
Ulama yang pertama kali menggunakan istilah ini adalah Abu Hanifah (150 H) dalam kitabnya Al Fiqhul Akbar. Beliau berkata, “Al Fiqhul Akbar dalam agama lebih baik dari fiqih dalam ilmu, seseorang faqih tentang bagaimana cara beribadah kepada Rabb nya lebih baik dari mengumpulkan seluruh ilmu”[9]
Al Iman
Iman secara bahasa[10] bermakna At Tashdiq (pembenaran)[11] dan Al Iqroor (penetapan)[12]. Adapun secara istilah syar’i iman adalah pembenaran dan penetapan serta ketundukan terhadap kebenaran yang berasal dari wahyu.[13] Dan para ulama sepakat bahwa Iman mencakup perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati dan anggota badan.[14]
Istilah iman merupakan kata yang paling sering disebutkan dalam Al Qur’an maupun sunnah. Diantara para ulama yang menggunakan istilah ini adalah Ibnu Mandah (395 H) dalam kitabnya Kitabul Iman, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H) juga dalam dua kitabnya yaitu Al Iman Ausath dan Al Imanul Kabir, kemudian juga Imam Bukhori dalam S- nya membuat bab di awal sohihnya dengan nama kitabul iman.[15]
As Sunnah
Kata sunnah memiliki makna yang bermacam macam tergantung disiplin ilmu masing masing[16]. Dalam ilmu fiqih sunnah adalah hal hal yang jika dikerjakan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan tidak apa apa. Dalam ilmu ushul fiqih assunnah bermakna sumber wahyu kedua setelah Al Qur’an. Dalam ilmu hadits assunnah merupakan persamaan kata dari akidah, dan seterusnya. Terkadang juga sunnah digunakan sebagai antitesa dari kata bid’ah. Namun kemudian banyak ulama yang menggunakan istilah sunnah ditunjukan kepada makna akidah dikarenakan urgensi ilmu akidah yang merupakan pokok agama islam. Diantara para ulama yang menggunakan istilah sunnah adalah Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hambal (327 H) dalam kitabus Sunnah dan Imam Al Barbahaari (329 H) dalam kitabnya Syarhus Sunnah.
As Sunnah
Kata sunnah memiliki makna yang bermacam macam tergantung disiplin ilmu masing masing[16]. Dalam ilmu fiqih sunnah adalah hal hal yang jika dikerjakan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan tidak apa apa. Dalam ilmu ushul fiqih assunnah bermakna sumber wahyu kedua setelah Al Qur’an. Dalam ilmu hadits assunnah merupakan persamaan kata dari akidah, dan seterusnya. Terkadang juga sunnah digunakan sebagai antitesa dari kata bid’ah. Namun kemudian banyak ulama yang menggunakan istilah sunnah ditunjukan kepada makna akidah dikarenakan urgensi ilmu akidah yang merupakan pokok agama islam. Diantara para ulama yang menggunakan istilah sunnah adalah Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hambal (327 H) dalam kitabus Sunnah dan Imam Al Barbahaari (329 H) dalam kitabnya Syarhus Sunnah.
At Tauhid
Kata tauhid terdapat dalam hadits Mu’adz ketika diutus ke yaman diatas. Diantara para ulama yang menggunakan kata ini adalah Ibnu Khuzaimah (311 H) dalam Kitabut Tauhid Wa Itsbaatu Shifaatir Rabb ‘Azza Wa Jalla , juga Imam Al Maqriizi (845 H) dalam kitabnya Tajridut Tauhid Al Mufid, serta Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab (1206 H) dalam Kitabut Tauhid Alladzi Huwa Haqqullah ‘Alal ‘Abid. Kitab kitab yang ditulis dengan istilah tauhid hanya membahas hal hal yang berkaitan dengan tauhid dengan ketiga macamnya, yang merupakan bagian dari ilmu akidah. Sehingga kitab kitab akidah lebih bersifat komprehensif (syumul). Selain membahas masalah tauhid, kitab kitab Akidah juga membahas hal hal lain seperti iman dan rukun rukunnya, islam dan rukun rukunnya, hal hal yang bersifat ghoib, kaidah kaidah dalam akidah yang pasti yang disepakati para ulama, wala dan baro, bantahan terhadap aliran sesat dll.[17]
As syari’ah
Secara umum akidah seperti sunnah, terkadang dimaksudkan seluruh yang disyariatkan oleh Allah kepada hambanya berupa hukum hukum yang disampaikan oleh para nabi. Terkadang dimaksudkan hanya masalah akidah, dan terkadang dimaksudkan masalah amaliyah fiqhiyah saja. Dalam Al Qur’an pun makna Syariah berbeda beda, terkadang syariat bermakna seluruh ajaran yang dibawa para nabi[18], terkadang dikhususkan ajaran setiap nabi yang berbeda antara satu nabi dengan yang lainnya[19], dan terkadang dikhususkan kepada kesamaan da’wah seluruh nabi yaitu tauhid.[20]
Adapun secara khusus makna Syari’ah adalah akidah yang diyakini oleh ahlu sunnah wal Jama’ah. Dan ini lah yang dimaksud oleh para ulama ketika menulis kitab kitab akidah dengan nama As Syari’ah. Diantara ulama yang menggunakan istilah ini adalah Imam Al Ajurri (360 H) dalam kitab beliau As Syarii’ah dan Ibnu Bathoh (387 H) dalam kitab beliau Al Ibaanah ‘Alaa Syarii’ati Firqotun Naajiyah.
Ushulud Din
Ashlu atau pokok adalah apa yang dibangun diatasnya sesuatu. Maka ushulud din adalah sesuatu yang agama dibangun diatasnya. Dan agama islam dibangun diatas akidah yang benar. Sehingga para ulama menggunakan istilah ini dengan makna ilmu akidah. Dan ini yang kita kenal dalam perguruan perguruan tinggi di timur tengah, saudi arabia khususnya fakultas yang berkonsentrasi membahas akidah adalah fakultas ushuluddin. Diantara ulama yang menggunakan istilah ini adalah Abu Hasan Al Asy’ari (324 H)dalam kitab beliau Al Ibanah ‘An Ushulid Diyanah, dan Ibnu Bathoh (387 H) dalam kitabnya Asy Syarhu wal Ibanag ‘An Ushulis sunnah Wad Diyanah. Wallahu ‘Alam.
Bacaan Selanjutnya: Perbedaan antara Aqidah, Tauhid dan Manhaj
Catatan kaki/Bookmark
[1] Lihat kata “عقد” dalam Mu’jam Maqoyisil Lughoh, Ibn Faris (4/86-87), Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyah, Dr. Utsman Jum’ah Ad Dhomairiyah 9 (Maktabah As Sawaadi At Tauzi’, Cet 1; 1425 H, Jeddah) Hal. 87
[2] Al Mu’jam Al Washith 2/614
[3] Lihat : Ibnu Utsaimin Syarhul Akidah Wasathiyah, Hal.37 (Dar Tsuroyya Linnasyr, cet. 2 1426 H) dan Muhammad Kholil Harros, Syarhul Akidah Al Wasathiyah. Hal. 15 (Dar Imam Ahmad, cet 1, 1429 H)
[4] Lihat Dr. Sulaiman Umar Al Asyqor, Akidah Fillah (Dar Nufasaa, cet 15 1423 H, Urdun) hal. 12
[5] Meskipun asal katanya ada dalam Al Qur’an, seperti dalam Surat Al Ma’idah ayat 1 dan 89
[6] Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyah, hal. 63
[7] Lihat : Mukhtashor Minhajil Qosidin, hal. 22
[8] Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyah, hal. 65
[9] Ibid hal. 67-68
[10] Hal ini akan dibahas lebih rinci dalam makalah yang lain dengan judul Hakekat Iman antara Ahlu Sunnah dan Ahlu Bid’ah dalam waktu dekat Insya Allah.
[11] Lihat Fathul bari (1/46) Dr. Muhammad bin Ibrohim Al Hamd, Al Iman Haqiiqotuhu Wa Maa Yata’allaqu Bihi Minal Masaail (Dar Ibnu Khuzaimah, Hal. 14)
[12] Lihat Majmu Fatawa (7/638) Syarhul Aqidah Al Washatiyah Hal. 41
[13] Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyah, hal. 70
[14] Majmu Fatawa (7/308)
[15] Imam bukhori membuka Shohih Bukhori nya dengan kitabul Iman dan menutupnya dengan kitabut Tauhid. Ini menunjukan fiqih beliau dalam setiap bab yang beliau tulis. Beliau ingin menunjukan bahwa tauhid atau iman merupakan kewajiban yang pertama dan yang terakhir. Namun ada perbedaan antara keduanya. Kitabul iman berisi penjelasan tentang iman, hakekat, cabang cabang cabangnya dan kelompok yang menyimpang dalam masalah ini yaitu murji’ah. Adapun tauhid berkenaan dengan tauhid terutama asma wa sifat serta bantahan terhadap kelompok yang menyimpang dalam hal ini yaitu jahmiyah al mu’athilah.
[16] Tentang makna sunnah lihat Al Kuliyyat (3/9-12) Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyah, hal. 74-75
[17] Lihat Dr. Muhamad bin Ibrohim Al Hamd, Rosaail Fil Akidah (Dar Ibnu Khuzaimah, Riyadh, cet 1 1432 H) Hal. 11
[18] Seperti dalam Qs. Al Jatsiyah : 18
[19] Seperti dalam Qs. Al Maidah : 48
[20] Seperti dalam Qs. As Syuro : 13
Penulis: Abdullah Hazim
Disalin dari ;Sumber Artikel; Muslim.or.id muslim.or.
Penulis Ravhmat.M.Flimban

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Bahaya Mengkafirkan Sesama Kaum Muslimin

Written By Rachmat.M.Flimban on Minggu, 20 Maret 2022 | Maret 20, 2022

AQIDAH

Bahaya Mengkafirkan Sesama Kaum Muslimin
dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D

Mencela sesama kaum muslimin secara umum termasuk dalam perbuatan dosa besar, apalagi mengkafirkan sesama muslimin. Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

“Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari no. 48 dan Muslim no. 64)

Lebih dari itu adalah mencela sesama muslim dengan melemparkan tuduhan bahwa dia telah kafir. Perbuatan ceroboh (penyakit) semacam ini telah menjangkiti sebagian kaum muslimin karena lemahnya pemahaman mereka terhadap aqidah dan manhaj yang benar. Padahal, banyak kita jumpai hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memperingatkan hal ini.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

“Janganlah seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan fasik dan jangan pula menuduhnya dengan tuduhan kafir, karena tuduhan itu akan kembali kepada dirinya sendiri jika orang lain tersebut tidak sebagaimana yang dia tuduhkan.” (HR. Bukhari no. 6045)

Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا

“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya, “Wahai kafir!” maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (HR. Bukhari no. 6104)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ

“Apabila seorang laki-laki mengkafirkan saudaranya, maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan membawa kekufuran tersebut.” (HR. Muslim no. 60)

Dari sahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ، أَوْ قَالَ: عَدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ

“Apabila seorang laki-laki mengkafirkan saudaranya, maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan membawa kekufuran tersebut.” (HR. Muslim no. 61)

Hadits-hadits di atas termasuk yang dinilai membingungkan, karena makna yang diinginkan tidak seperti yang tercantum dalam teks hadits. Menuduh (memvonis) sesama muslim dengan tuduhan kafir adalah maksiat, yang tidak sampai derajat perbuatan kekafiran. Sedangkan seorang muslim tidaklah dinilai (divonis) kafir hanya dengan sebab maksiat, seperti misalnya berzina, membunuh, demikian juga dengan menuduh saudara muslim dengan tuduhan kafir, tanpa meyakini batilnya agama Islam.

Oleh karena itu, terdapat beberapa penjelasan ulama berkaitan dengan hadits di atas.

Penjelasan pertama, hadits di atas dimaknai bagi orang-orang yang meyakini halalnya perbuatan tersebut (adanya istihlal dari pelaku). Kalau seseorang meyakini (memiliki i’tiqad) bahwa perbuatan tersebut halal, inilah yang menyebabkan pelakunya menjadi kafir.

Kaidah dalam masalah ini adalah maksiat itu berubah menjadi kekufuran ketika pelakunya meyakini halalnya perbuatan maksiat tersebut. Kalau dia bermaksiat, namun dia merasa bersalah, maka itu statusnya tetap maksiat.

Penjelasan ke dua, yang kembali kepada dirinya adalah maksiat berupa pelecehan kepada saudaranya dan dosa maksiat akibat memvonis kafir saudaranya. Artinya, yang kembali kepada si penuduh adalah “maksiat menuduh kafir”.

Penjelasan ke tiga, sebagian ulama memaknai hadits ini khusus untuk orang-orang khawarij yang suka mengkafirkan kaum muslimin. Ini menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa sekte khawarij itu kafir. Akan tetapi, pendapat ini lemah karena pendapat yang tepat adalah bahwa kaum khawarij itu tidak kafir sebagaimana kelompok ahlul bid’ah yang lainnya, meskipun mereka hobi mengkafirkan sesama muslimin.

Penjelasan ke empat, maknanya adalah bahwa perbuatan itu akan mengantarkan kepada kekafiran. Hal ini karena maksiat adalah pos pengantar menuju kekafiran. Orang yang banyak dan terus-menerus berbuat maksiat dan tidak bertaubat, maka dikhawatirkan lama-lama akan berujung kepada kekafiran.

Penjelasan ke lima, yang kembali kepada dirinya sendiri adalah “vonis (tuduhan) kafir”, bukan maksudnya kalau dirinya menjadi benar-benar kafir. Hal ini karena ketika dia menuduh saudara sesama muslim dengan tuduhan kafir, maka seolah-olah dia sedang menuduh dirinya sendiri, karena muslim yang satu dengan yang lain bagaikan satu tubuh (satu badan).

Demikianlah lima penjelasan ulama tentang maksud hadits bahwa siapa saja yang menuduh saudara sesama muslim dengan tuduhan kafir, maka tuduhan kafir itu akan kembali kepada si penuduh.

Kesimpulan, perbuatan (suka) menuduh sesama muslim dengan tuduhan kafir adalah perkara maksiat yang berbahaya. Seharusnya kita menjauhkan diri kita dari perbuatan mengkafirkan sesama muslimin. [Selesai]


Sumber: Muslim.or.id

Catatan kaki:
Disarikan dari kitab Afaatul Lisaan fii Dhau’il Kitaab was Sunnah, karya Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani rahimahullahu Ta’ala, hal. 86-90.

Penulis; Rachmat.M.Ma,Flimban
Artikel: Muslim.or.id ; Penulis: M
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger